December 27, 2002

hari keduapuluhlima mendaki tebing ramadhan
: marx


kukatakan dalam bayangan rambutmu, bahwa aku akan tetap menjelma bebintang pada malammu. seperti kesetiaan matahari pada pagi, telah kupancangkan juga kesetiaanku padamu

aku lafalkan namamu pada setiap doa, agar bebukitan yang kusinggahi mengabarkan cahaya dari tebing ramadhan yang tengah kudaki. detikdetik semakin berarti, harihari semakin cepat berlari, dan aku harus mengejarnya dari tebing ke tebing, dari lembah ke lembah, dari satu titik ke titik lain

kukatakan dalam bayangan rambutmu, hari itu akan datang. dimana kita akan berpelukan dalam kemenangan.

BumiAllah, 30 Nopember 2002
hari keduapuluhempat mendaki tebing ramadhan

dua puluh empat hari telah dilewati sang pemimpi dalam tidurnya yang fana. tapi seorang pendaki masih harus mengikatkan tambang, menancapkan kekuatan kaki dan tangan pada tebingtebing yang semakin curam

dua puluh empat hari bagi seorang pendaki adalah tiga perempat perjuangannya sebelum mencium puncak ketinggian, puncak harapan, puncak segala puncak
:puncak cahaya ampunan

tiga perempat perjuangan telah dikerahkan menjelang kemenangan. tapi kerinduan itu masih harus dimaknai sebagai cintanya yang abadi. rasa rindu yang tak pernah mati, setia datang dalam hidup yang semakin sepi.

BumiAllah, 29 Nopember 2002

December 18, 2002

hari keduapuluhtiga mendaki tebing ramadhan
: idaman


kita telah merangkai kata menjadi kereta. gerbong pertama terbuat dari hurufmu, warnanya memancarkan cahaya. gerbong kedua terbuat dari hurufhurufku, meski agak kusam tapi tetap menarik. gerbonggerbong selanjutnya kita buat dengan hatihati. pendakian pertama memasuki gerbang ketiga telah melahirkan kerete, meluncur menembus pekat malam.

dan kau semakin rajin mengumpulkan huruf demi huruf untuk diuntai menjadi semacam kendaraan umum. ada yang menjelma angkot, bis kota dan becak.
kau hanya melambai, saat kita harus berpisah di sebuah stasiun. lagilagi perpisahan yang mencipta haru dalam dada.

lambaianmu masih tersimpan di sini, sampai sekarang.

BumiAllah, 28 Nopember 2002

December 13, 2002

hari keduapuluhdua mendaki tebing ramadhan

akulah dermaga yang disinggahi ribuan pelaut. kapalkapal menepi, sebagai tanda, air mata kesedihan masih ada. menghunjam pada palungpalung. kisah cinta yang kubangun hanya mengekalkan seluruh duka yang mewujud dalam setiap ketukan.

akulah dermaga yang lupa diri, menginginkan kapalkapal tetap berdiam, tak lagi bergerak menuju samudera. sedangkan takdir bukan dalam genggamanku, dan nasib tidak kugoreskan sendiri. maka luka yang paling tajam dan dalam telah kubuat sendiri, menusuk jantung. menusuk relung jiwa.

akulah dermaga yang kehilangan kapal.

BumiAllah, 27 Nopember 2002

December 09, 2002

hari keduapuluhsatu mendaki tebing ramadhan
: marx


inilah rindu yang kuuntai dalam perjalananku. hanya untukmu, sebuah rasa tetap mengalir pada sungai yang sesungguhnya. tak ada lagi cinta yang tersisa selain guncangan berbagai rasa membuncah, mendobrak talangtalang dalam jiwa.

aku telah benarbenar jatuh cinta pada perjalanmu. meski jarak yang kita bangun teramat panjang. langkah ini akan kukayuh dengan bantuan iblis atau setan, agar kutemui engkau di ujung perjalanan ini.

sambut cinta ini dengan senyum, sayang. sebab pendakian hampir mencapai puncak!

BumiAllah, 26 Nopember 2002

December 08, 2002

hari keduapuluh mendaki tebing ramadhan
: marx


hening malam mengirim orkestra kematian ke jantung kananku, tapi bilik kiriku telah kau huni dengan langkahlangkah yang kuhapal baitnya. seperti juga pendakianku yang hampir sampai pada gerbang ketiga, gerbang ampunan. dengan begitu, rasa lelah itu terbang begitu saja, lenyap oleh nada dari alunan gitarmu

tapi kebahagiaan belum sempurna, sebelum puncak itu kujejaki sebagai seorang petualang yang berhasil menemukan jalan pintas, atau jalan baru menuju rumah damainya. maka kebahagiaanku belumlah lengkap, sebelum kuraih puncak tebing ramadhan itu. maka tunggulah aku di sini, aku akan kembali untuk memelukmu selamanya

akan kudekap engkau selamanya!

BumiAllah, 25 Nopember 2002
hari kesembilanbelas mendaki tebing ramadhan
: ts pinang


ini puisi terakhir yang kubuat untukmu menjelang puncak tebing itu. aku tak pernah lelah untuk menulis namamu setiap saat, tapi seseorang telah dengan berani menghardik nama lain pergi dari sini, dari ruang batinku yang hanya menjelma dermaga. dia telah dengan berani mengecat dinding kamar ini dengan warnawarna yang dibawanya entah dari mana, aku pun tak tahu.

aku tak sanggup membiarkanmu tetap berdiam di sini, sementara warna dari koasnya hampir merubah warna dinding yang kubuat dengan susah payah. aku tak sanggup membiarkan namamu dihapusnya, maka kutitipkan namamu pada merpati yang singgah di jendelaku, kuikat namamu dengan pita merah muda.

ini puisi terakhir yang kubuat untukmu.

BumiAllah, 24 Nopember 2002
hari kedelapanbelas mendaki tebing ramadhan
: ts pinang


di negeri ini, aku kehilangan kabar tentang orangorang yang hidup di bawah matahari. perjalananku asing tanpa cahaya. merabaraba arah peta, linglung menentukan langkah demi langkah. berjalan dalam lorong gelap tak berujung, senter kesabaranku tak cukup menerangi, meski mata semutku memicing ke dalam kelam

di negeri ini, malam tak pernah berakhir. tapi tak ada rembulan dan bebintang yang hidup di langitnya
kekasih, aku telah kehilangan kabar tentangmu. aku tak lagi bisa mengirim huruf demi huruf sebagai laporan perjalananku menuju tebing itu. di sini hanya gelap, sayang!

tapi aku tak boleh berhenti. diam adalah kesiasiaan, katamu. maka atas nama rindu, kuseret langkahku dengan kesabaran seekor kurakura. dalam setiap langkahnya kuucapkan namamu beserta sejumput doa, smoga cahaya singgah di negeri ini.

aku kehilangan kabar tentangmu.

BumiAllah, 23 Nopember 2002
hari ketujuhbelas mendaki tebing ramadhan
: ts pinang


"aku tertidur dalam puisi dan airmani," hurufmu memecahkan keheningan malam. sedang aku masih tertidur dalam tenda istirah, sebab badai tak jua pergi. memahami hurufmu membawaku pada kisah lain tentang adam,
: lelaki pertama yang bersenggama

seusai badai, saat matahari kembali tersenyum. ketika keberangkatan segera dipersiapkan. maka kuucapkan selamat tinggal kepadamu sebagai bahasa bumi paling lirih. lalu kubisikkan cerita kecil di telingamu, "tadi siang, aku terjatuh dalam lumpur puisi!"

kutakjubi senyummu yang mengantarku pada perbatasan. aku takkan pernah bosan mencumbu sunyimu yang purba. tapi tenda istirah telah dikemasi sebagai tanda pendakian kembali dimulai

"aku berjanji. kelak aku akan kembali ke kotamu,"

: menyetubuhi sepimu, lelaki.

BumiAllah, 22 Nopember 2002
hari keenambelas mendaki tebing ramadhan

mencintai perjalanan adalah berhatihati pada tikungan dan keterjalan tebing. mengokohkan langkah demi langkah, sedang tongkat ditangan kanan adalah rindu ibu yang menuntun dalam kegelapan

dan senja menjadi abadi ketika badai menghentikan langkah semutku. hingga tak ada lagi percakapan yang dibangun atas nama cinta dan airmata. pun geliat hurufmu yang selalu kubaca sebagai kesetiaan matahari, kini menjelma hujan batu
: memburu tubuh ringkihku

aku kehilangan gairah atas nama malam yang bergerak ke pedalaman sepi. seperti hilangnya tongkat pada pendakian lereng kecemasan malam ini

ayat demi ayat mengalun dari keresahan seorang hamba. memantulkan kedamaian yang purba dari lanskap yang tak lagi dikenali. maka atas namamu, tenda istirah kembali dipancangkan, hingga badai berlalu dari gelegak hati yang rindu akan tebingmu.

BumiAllah, 21 Nopember 2002
hari kelimabelas mendaki tebing ramadhan
: ts pinang


rembulan memancarkan sinarnya dengan sempurna, menerangi perjalanan seekor semut menuju titik cahaya, di atas batubatu.

engkau masih sama, pemuja sepi yang menyetubuhi sunyi di atas sajadah malam yang kelam. dan di sini, aku masih juga mencari jalan menuju tebing ramadhan, melewati persinggahan demi persinggahan. lantas kita gelar perjamuan resah pada malam kelimabelas pendakian

"kenapa harus ada kebohongan di dunia?" pertanyaanku menemani pertapaanmu pada lembah airmata

"aku sedang puasa puisi," ucapmu

"tanpa puisi. kenapa harus ada kebohongan di dunia?"

"kebohongan adalah sisi lain dari koin. sisi satunya lagi bernama kejujuran," jawabmu

kita kembali menyusuri loronglorong gelisah yang terbentang sebelum fajar.

BumiAllah, 20 Nopember 2002
hari keempatbelas mendaki tebing ramadhan
: raffie


empatbelas hari belum cukup untuk mendaki, puncak itu masih jauh. lantas keraguan menyelusup, "akankah kita sampai pada malam ketigapuluh?"
perjalanan melewati perkampungan telah membawa kesadaran akan usia dan jarak. lembah tempat bermukimnya kecemasan semakin jelas dalam pandangan

"aku jatuh cinta pada waktu!" teriakmu menggema, mengisi ruangruang kosong tak tersentuh

"telah kucium tanah ini, telah kupeluk pepohonan, telah kudekap semesta!" lagilagi kau berteriak, menandingi kegilaan tuhan

pendakian membuatmu jatuh dan terkapar dalam cinta yang tak berkesudahan. bahasa langit tak cukup menterjemahkan makna cintamu, pun bahasa mayapada. cinta yang kau bangun menyerupai sungai, mengalir pada labirin waktu, menghijaukan kegersangan sang egoisme. maka langkahku menjelma bisikan, setia pada perjalananmu. ruhku telah mewujud dalam puisi.

"aku jatuh cinta pada waktu!"

BumiAllah, 19 Nopember 2002
hari ketigabelas mendaki tebing ramadhan
: mavic


kita pernah samasama menyetubuhi sunyi, mencium harum sepi dipersimpangan jalan ini. kau lantas bercerita tentang rindu dan cinta, lalu kukisahkan hidup dari geletar daun kering, dari rodaroda besi, dari lampu merkuri dan kelamnya malam

maka pagi ini, seperti de javu dari hidup yang telah lama mati, kita kembali menguntai cerita di butanya pagi. kita membaca tanda dari kalimat cinta tuhan yang terlalu panjang menurutmu, karena kita adalah peziarah yang menafsirkan mimpi pada batubatu nisan

kta pernah samasama mendirikan tenda putus cinta, ketika musim dan cuaca bergerak menuju senja. maka pagi ini, kita kembali menelusuri perjalanan, melanjutkan penziarahan yang tertunda. kita naiki mountainbike yang kau pacu dengan seribu kuda. melewati persimpangan demi persimpangan, melewati pohonpohon yang mentasbihkan kesabaran, melewati rasa cemas yang berdiam di pojok ruang.

"kau percaya keajaiban?" teriakmu menandingi gemuruh ombak samudera yang menderu pada dua telingaku

perbincanganpun telah dibangun di atas aspal beku dan dingin, ketika kita meluncur di atasnya seperti malaikat jibril melesat dalam gerimis.

BumiAllah, 18 Nopember 2002
hari keduabelas mendaki tebing ramadhan
: raffie


kita telah samasama menghidupkan seribu makhluk dalam batin, sebab kesadaran telah dibangun pada padang pikiran yang luas. kesadaran akan hidup telah mengalirkan ribuan sungai dalam darah, menghijaukan gurun pada jantung dan aorta. maka perjalanan adalah membaca peta, menafsirkan isyarat tuhan yang dikirim angin juga senja

"telah kumasuki dunia baru, setelah perbincangan sedahku dan gelisahmu menjelma pintu, menuju dunia harapan," ucapmu pada malam kelam, tempat rembulan bermukim. udara semakin beku ketika mata semutku menangkap cahaya dari kunangkunang yang dipancarkan dada malammu.

kita kembali menggali sepi dari kuil para pengembara, mencari hikmah yang tuhan sisipkan diantara kisahkisahnya.

lihat!
mungkin esok, akan ada musafir yang singgah pada ruang batinmu.

BumiAllah, 17 Nopember 2002
hari kesebelas mendaki tebing ramadhan

memasuki gerbang berkah setelah gerbang rahmat dilewati dengan kesabaran dan rasa rindu. mengingatmu, rasa rinduku kembali membakar jiwa petualangku, menghidupkan seribu kuda pada padang batin. maka aku berlari atas nama kerinduan, dari tebing menuju tebing, melewati perkampungan, menyusuri sungai, menembus pekat malam, membangkitkan semangat seribu bulan

mengingatmu selalu menciptakan musik lain dari biola tua yang tersimpan dalam gudang pada jantung kananku, sedang seruling keikhlasan masih terus mengalun pada malammalam dimana manusia lelap tertidur

rindu telah membawa seribu satu harapan untuk disimpan pada lembaranlembaran kisah petualang, maka sebelas hari adalah jarak yang teramat pendek untuk berkata, "kita akan kembali suci."

BumiAllah, 16 Nopember 2002
hari kesepuluh mendaki tebing ramadhan

gerbang pertama telah dilewati. gerbang kedua telah nampak. setelah peristirahatan, satu langkah adalah seribu kehatihatian, sedang seribu kehatihatian adalah semilyar doa

surau pertama telah ditinggalkan sebagai isyarat perjalanan yang lebih panjang segera dimulai. satu demi satu doa meluncur mengikuti langkah demi langkah, menjadi saksi abadi bahwa kita takkan pernah berhenti mendaki

dengan menyebut namamu, kumulai kembali perjalanan, menembus kegelapan, melewati rimbarimba, mencari jalan agar sampai pada puncak tebing dimalam ketigapuluh

sambut aku wahai ramadhan, rindu telah menyeretku memasuki duniadunia dengan milyaran cahaya.

BumiAllah, 15 Nopember 2002
hari kesembilan mendaki tebing ramadhan

siang kita adalah perjalanan panjang mengejar cahaya yang dipancarkan bungabunga ampunan di atas tebing ramadhan. maka menjelmalah harihari sebagai perburuan

kitalah petualang pada rimbarimba rahmat yang tuhan ciptakan. kita dirikan tenda keikhlasan sebagai tanda peristirahatan. dimana rantingranting tadarus dikumpulkan menjadi api unggun pembakaran dosadosa. dimana setiap langkah adalah doadoa yang diterbangkan angin sepanjang perburuan. kitalah pendaki yang setiap saat mentasbihkan syahadat, memancangkan kesetiaan, menebus kesalahan pada belukar masalalu

maka kita insyafi setiap isyarat yang dikirim lembah juga tebing. goagoa telah dijejaki, mencari makna keabadian juga kebenaran pada gelapnya

menjelang pemberangkatan, kita kemasi kembali perbekalan dalam ransel, sebab niat telah tertanam sebagai keteguhan.

BumiAllah, 14 Nopember 2002
hari kedelapan mendaki tebing ramadhan

pertemuan yang ajaib. di rumahmu aku bertemu seorang kawan. perbincanganpun digelar, rasa rindu, cinta, kesepian dan pengharapan. usia dan jarak, hidup dan kematian. dan engkau telah menjelma perbincangan tanpa alamat

akupun berbicara tentang airmata, kesedihan dan perjalanan ini. telah kutempuh delapan hari pendakian, inilaj peristirahatan pertama sebelum memulai kembali perjalanan

telah ditempuhnya rimbarimba sunyi, lembahlembah sepi, hujan airmata, terik angkara murka, hingga sampai di surau ini, "aku ingin ikut pendakian ini," katanya mengakhiri cerita.

BumiAllah, 13 Nopember 2002
hari ketujuh mendaki tebing ramadhan

pagi tadi, jejak kakiku terukir pada rimba di sekitar sungai, dan kutemukan surau pertama dalam perjalanan ini. ribuan pohon pinus juga semak menyembunyikan jasadnya yang purba, tapi cahaya damainya menyeruak menembus bebatuan

kesombonganku telah menjadi reruntuhan dalam rumah damaimu, kedengkianku terbang dibawa angin kebesaranmu, dan rasa cintaku semakin mendalam padamu. pada kasih yang setia mengiringi setiap langkahku yang ringkih

di rumahmu, di tengah rimba, telah kupancangkan dua kalimat syahadatku. sebab esok, perjalanan harus kembali dimulai. senja menjelma tembaga disini, dan telah kau kirimkan bebuahan untukku.

BumiAllah, 12 Nopember 2002
hari keenam mendaki tebing ramadhan

ditepi sungai inilah kudirikan tenda peristirahatan pertama, menyalakan cahaya dari api unggun, sedang rembulan malumalu tersenyum. kususun kembali ribuan cara, agar sampai ditebingmu, mengumpulkan kembali ribuan perbekalan menuju cahayamu

kubaca kembali ayatayatmu yang terhampar luas, membentang dari barat sampai timur. gemericik air dan doaku yang tersedu membuat sebuah orkestra tentang lagu kesepian dan kerinduan

perjalnan ini mengingatkan aku padamu, pada kematian, pada dosa dan airmata
peristirahatan pertama mendaki tebing ramadhan, akan kunikahi ayatmu hingga melahirkan anakanak cahaya.

BumiAllah, 11 Nopember 2002
hari kelima mendaki tebing ramadhan

akulah ayat tuhan yang tertulis sebagai keteguhan, batu itu tak lagi membisu. dan aku, adalah ayat tentang kesabaran dan, bicara air terjun yang jatuh tepat di atas batubatu. sedang aku, adalah ayat tentang hidup dan kehidupan, pohonpun bertasbih dengan bantuan angin

pada hari kelima, kubaca ayatmu bukan pada helaian lontar, bukan pada kertas yang mewujud jadi kitab, bukan pada lantunan para sufi. kubaca ayatmu lewat batubatu, lewat sungai dan air terjun, lewat gemerisik pepohonan, lewat terik matahari dan kicau burung

telah kau kirimkan ayatmu jauh sebelum kelahiran nabinabi, tapi baru detik ini mampu kubaca sebagai perlambang, sebagai nasihat yang bukan nasihat, sebagai ayatmu yang maha suci

telah kubaca ayatmu, pada hari kelima.

BumiAllah, 10 Nopember 2002
hari keempat mendaki tebing ramadhan

langkahku masih terseok, tapi seteguk keikhlasan pada pagi buta telah membangkitkan kaki kalajengkingku, menapaki tebing yang semakin hari semakin terjal
awanmu begitu biru siang ini, ribuan sungai dihinggapi burung sebagai istirah pertama. dan rasa sakit hilang diterbangkan sayapsayap suci pada langitmu. seperti kehilangan yang membahagiakan dan kebahagiaan yang menghilangkan duka

rindumu dihantarkan angin senja, mengabarkan seribu satu kisah tentang perjuangan melewati badai dan gelombang. maka sambut cintaku dalam perjalanan ini, sebab satu lagi kisah akan dibangun atas nama kesucian

inilah cintaku!
tunggulah di gerbang kemenangan, aku akan meminang fitrahmu.

BumiAllah, 09 Nopember 2002
hari ketiga mendaki tebing ramadhan

jalanan mulai terjal, matahari menelanku siang ini. ada peristirahatan tanpa rencana.
mengeja hurufmu ternyata sulit. aku ragu pada persimpangan jalan itu. peta yang kubawa tak bisa mengantarku tibatiba. tangantangan kesabaranku masih terus menggapaigapai

tuhan, aku berdarah dihari ketiga, mataku rabun, kepalaku terantuk batu. aku musafir yang menyeret luka sepanjang perjalanan. dan matahari tak memberiku waktu, aku terus menyeret luka, menempuh perjalanan dengan kaki pincang, aku terkapar pada senja yang kelam

tuhan, aku telah sampai di senjamu dengan luka yang memanjang.

BumiAllah, 08 Nopember 2002
hari kedua mendaki tebing ramadhan

senyummu pada siang yang gersang telah mengantarkan ribuan semut dalam
batinku berdzikir, menyebut nama yang satu. rangkaian doa dari puisi para sufi
terbang, melewati lembalembah sunyi, padangpadang tandus, ladang dan ilalang
tapi langkahku terlalu tergesa, lupa mengeja ayatmu yang dikirim angin juga rimba

di penghujung hari, ketika senja telah bermukim. sebuah doa pendek terlantun
mengiringi seteguk air pada gerbang kemenangan

tuhan, terimalah perjalananku pada hari kedua mendaki tebing ramadhanmu.

BumiAllah, 07 Nopember 2002
hari pertama mendaki tebing ramadhan

perbekalan ternyata tak cukup hidangan sebelum imsak. telah kubuang halhal yang tak berarti dari dalam ranselku. kureguk air kesabaran sebelum adzan subuh berkumandang, kukemas tenda keikhlasan, senter kerendahan hati, ponco dan jaket ketenangan

detikdetik melaju, aku masih berjalan pada dataran. melewati pohon yang tengah ranum berkah, rimbun rahmat, tapi kerikil semakin bertebaran

dzikir dan tadarus setia menemani langkahku di hari pertama mendaki tebing ramadhan.

BumiAllah, 06 Nopember 2002