September 24, 2008

24

jika pada akhirnya puisi tak kutulis lagi
bukan berarti aku tak lagi punya bahasa
atau aku kehabisan amunisi kata kata

aku hanya tak ingin airmata tumpah dalam sajak
memerangkap siapa saja di kedalamannya
aku tak ingin kamu merasa
aku telah menjual duka lewat kata

jika pada akhirnya puisi tak kutulis lagi
jangan paksa aku untuk berkata kata
semua telah usai
kata telah tiada

24 ramadhan 1429 H

September 23, 2008

23

dulu aku menyesal pernah dilahirkan
kini, aku makin menyesal telah dilahirkan
segalanya tiba tiba menjadi rumit
dan aku di dalamnya terhimpit

ingin rasanya berlari
tapi aku dikepung laut
tak ada lagi cara untuk bertahan
maka kutenggelamkan diriku
ke dasar sakit paling dalam

23 ramadhan 1429 H

September 22, 2008

22

sumur di belakang rumah sudah kering sejak lama
tapi kita masih juga mencoba percaya
air itu akan sampai juga di kedalamannya
setiap hari kita memasukan timba, cemas berharap

tapi selalu saja, ember yang masuk itu membentur batu
dan dimulailah riwayat kegersangan itu

"dulu di sini sumur menjadi denyut dari hidup
tapi tidak sekarang, tidak hari ini, tidak juga esok
setelah gedung besar itu mencakar bumi"

22 ramadhan 1429 H

September 21, 2008

21

jika malam ini aku sedih
sungguh, itu bukan bersedih karenamu
kesedihan, dia seperti musim
menyerbu kita tanpa pernah bisa kita melawan

jika malam ini aku bahagia
sungguh, itu bukan berbahagia karenamu
kebahagiaan, dia seperti cuaca
memaksa kita menerimanya begitu saja

dan malam ini, aku tidak sedang sedih atau bahagia
aku hanya ingin melihatmu tertawa

21 ramadhan 1429 H

September 20, 2008

20

fah, gelas ini memang besar
tapi dia takkan cukup menampung airmata kita
yang makin lama makin menderas

berapa lama kita telah saling mengenal?
jika pada akhirnya kita tak bisa mengenali diri sendiri
memahami perasaan sendiri

kita duduk berhadapan
menerka nerka perasaan apa yang terlewatkan

20 ramadhan 1429 H

September 19, 2008

19

aku pulang lebih cepat malam ini
akan kuketuk pintu dengan perasaan tak tentu
airmata itu, aku ragu, ia sudah ingkah dari bening matamu
ya, aku tak begitu percaya, kamu sudah lega

baiklah, kita alir saja, seperti katamu
biarkan semua menjadi sampah yang tergerus waktu
melewati sulur sulur usia, melewati berbagai musim dan cuaca
laut; maut yang akan merenggut apa saja
membebaskan kita dari arti
memiliki

19 ramadhan 1429 H

September 18, 2008

18

kacamataku pecah, sayang
ada retak tepat di tengah dan semua jadi berbayang
senja berubah warna
ada jingga yang tak kukenal
juga merah yang terlalu rekah

tiba tiba aku merasa menjadi kanak lagi
mempercayai segala yang khayali

mempercayai bahwa dalam cermin itu
dunia kita yang sesungguhnya sedang menunggu
dan kita cukup membuka pintu
memasukinya dengan rindu

18 ramadhan 1429 H

September 17, 2008

17

yan, tidurlah
jengkrik di luar pagar telah jelas terdengar
malam telah menelikung kita sampai ke akar
kita takkan bisa ke mana pergi

yan, kita boleh kalah
terbuang bahkan disingkirkan
tapi kasih sayang, dia seluas samudera
takkan habis hanya karena satu atau dua orang datang;
merampoknya

yan, mabuklah
jika memang itu bisa membuatmu lelah
sampai kamu bisa istirah
tapi esok, kita tetap harus bekerja
mencatat semua yang lewat
merawat segenap luka dalam dada
dengan kesabaran yang kita punya
kita akan kembali menertawai dunia

yan, mabuklah!
sampai tangismu pecah di malam malam rekah.

17 ramadhan 1429 H

September 16, 2008

16

aku rindu jalan jalan basah sehabis hujan
jalan jalan saat kita seringkali menghabiskan sepi
ketika kata kata tak lagi diucapkan
dan kita sering menduga, hujan
akan segera reda

aku rindu, kamu seperti dulu
saat cinta tak diucapkan tapi semesta
mendengarnya begitu saja

16 ramadhan 1429 H

September 15, 2008

15

tuhan, kau sedang apa?
tidakkah kau lihat rembulan bulat penuh malam ini?
aku terpaksa tak menutup jendela
karena purnama yang begitu menggoda

aku ingin kamu, ya kamu, tuhan
menampakan diri dalam tubuh bulan
membiarkan cahayanya lebih benderang

di luar pagar, aku melihat rumput
begitu kuning keemasan
mungkinkah kamu di sana?

15 ramadhan 1429 H

September 14, 2008

14

mari kita tuangkan lagi ke dalam gelas
biar luruh seluruh cemas
dan kita bisa berkata; bahagia itu ada

di seberang sana, orang orang bermain kartu
memainkan nasib yang disusunnya sendiri
melupakan hiruk pikuk jalan
juga kekesalan

kita mencari sudut paling gelap di cafe ini
seperti mencoba mengenali sisi tergelap dari hidup

14 ramadhan 1429 H

September 13, 2008

13

ru, botol botol telah kosong
seperti jiwa kita yang melompong
dan kata kata telah sepenuhnya milik malam
kita seperti tak punya hak bertanya
kenapa harus ada kalimat kalimat panjang
yang berserak begitu saja di atas meja

asbak sudah lama sarat puntung
musik yang kamu pilih telah menjelma mendung
tapi kita tak beranjak juga berbincang
tentang sebuah petang
di sebuah taman atau mungkin sebuah panggung
segalanya tiba tiba menjadi mungkin

ru, waktu begitu saja berlalu
seperti obrolan kita yang membatu

13 ramadhan 1429 H

September 12, 2008

12

telah kubunuh seluruh rasa
juga degup dalam dada
agar kata tak lagi berarti apa apa

memasuki gua di jam jam tua
aku telah sepenuhnya membiarkan
segala belukar ini terbakar

aku ingin bertemu isa
dan bertanya, maukah ia kugantikan
memanggul salib nasib
memasuki sakit yang sengit

12 ramadhan 1429 H

September 11, 2008

11

hari janggal di tanggal ganjil
aku telah menjadi manusia bebal
menjadi pengkhianat paling laknat
menjumpai segala dengan sepenuh kesal
aku terkutuk atas hidup
tapi maut tak juga menjemput

maka aku bagimu adalah koral
yang kelak menjelma barangkal

11 ramadhan 1429 H

September 10, 2008

10

tutuplah pintu
hujan telah membuat air jatuh ke teras
dan di antara kita tak usah lagi berkeras
menyatakan siapa yang lebih berduka
dan seberapa dalam ini luka

hujan yang semakin deras
dia lebih paham muasal kesedihan
sebelum kita membuatnya lebih rumit

10 ramadhan 1429 H

September 09, 2008

09

hujan sore ini telah mengguyur atap
yang berkarat. segala yang dulu terasa berat
jatuh bersama tetesan air, terserap tanah

dan suaramu malam tadi
membawaku kembali pada kota
dengan aroma kematian yang menyengat

senja ini, bau hujan membawaku
kembali padamu

09 ramadhan 1429 H

September 08, 2008

08

jika pada akhirnya aku memilih jalan ini
aku telah mengunci mati semua pintu

akan kubakar segala hal
akan kucucuk lidahku
agar segalanya tak lagi bisa
membuatku berkata kata

jika pada akhirnya aku memilih
aku memilih diam
sebagai jalan

08 ramadhan 1429 H

September 07, 2008

07

menjadi stasiun adalah memahami gelisah gerbong
gerbong. di derit dan lengking keberangkatan
selalu ada yang terselip dalam lambaian tangan
serupa ingatan tentang kesedihan

menjadi stasiun adalah membiarkan segenap udara
terbuka pada segala rasa, pada aroma yang tak biasa
seperti warna kotamu pada satu waktu;
subuh itu

07 ramadhan 1429 H

September 06, 2008

06

tampakkan wajahmu, wahai kecemasan
aku ingin menatapmu lekat
mencari muasal segala kekisruhan dalam batin
menemukan alurnya pada garis garis wajahmu

tunjukan wujudmu, wahai kecemasan
aku ingin berjabat erat
merasakan hangat genggaman
tempat segala malapetaka bermula

06 ramadhan 1429 H

September 05, 2008

05

asbak ini, sayang
dia telah menampung abu kecemasan
di malam malam yang kulewati
setiap duka yang datang dan pergi
segalanya menguap
jadi asap

05 ramadhan 1429 H

September 04, 2008

04

di linglung jam
aku mencoba menemukan lagi cuaca yang dulu
dulu ketika kamu belum menemukan aku
dan aku belum menemukanmu

nyatanya
aku hanya mendapati jejak hujan
yang menuntunku menemukan bekas sepatumu
di basah tanah dan hitam jalan

aku ingin kembali
tapi berbalik arah hanya akan menyesatkanku lagi
mempertegas jejak yang kamu tinggalkan

04 ramadhan 1429 H

September 03, 2008

03

malam makin sungsang
aku mendengarkan iwan yang fals bernyanyi
menyanyikan lagu tentang sawah;
rumah yang sudah lama kita tinggalkan

hari ini tak ada koran
tapi amis darah itu masih tercium juga
sebab tak ada yang berani mematikan televisi

siapa yang datang di tengah malam, sayang?
tutup jendela, kunci pintu dan matikan lampu
aku tak ingin salak anjing itu masuk ke dalam mimpi

03 ramadhan 1429 H

September 02, 2008

02

daratan hijau itukah yang nampak sempurna dari balik kaca?
daratan yang membawa kapalkapal berlabuh
menanam jangkar di kedalaman

angin mungkin juga cuaca masih yang itu itu juga
tapi kapal, dia bersilangan, datang dan pergi
dan setiap pelabuhan, dia terbuka bagi siapa saja
juga cahaya mercusuar, setia menjadi alamat
bagi setiap kedatangan

aku di sini, menatap laut lepas
merasakan, betapa dirimu kian jauh melesat
mengemas segalanya dengan cepat

02 ramadhan 1429 H

September 01, 2008

01

aku terlempar ke luar jalan
tersesat di hitam aspal yang tak kukenal
sedang subuh selalu berhasil mengirim dingin
sampai ke tulang sumsum

aku berharap suaramu tidak menjelma lindu
menghanyutkan semua yang kumiliki
hingga tak lagi tersisa
pun juga kenangan

di jalan ini
aku menukar suaramu dengan dingin

01 ramadhan 1429 H